Song Llinks

Sabtu, 18 Mei 2013

Atrium Septal Defect (ASD)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.       Latar Belakang
ASD(Atrial Septal Defect) merupakan kelainan jantung bawaan tersering setelah VSD (ventrikular septal defect). Dalam keadaan normal, pada peredaran darah janin terdapat suatu lubang diantara atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang ini tetap terbuka, darah terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan (shunt). Maka darah bersih dan darah kotor bercampur.

Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik) pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi gagal jantung di tahun pertama kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian gagal jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia).
Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran darah dan ada tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru serta penyulit lain.
Semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi bedah jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan langsung ataupun menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun. Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang dari 11 tahun menunjukkan ketahanan hidup pasca operasi mencapai 98%. Semakin tua usia saat dioperasi maka ketahanan hidup akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru. Namun demikian, tindakan operasi tetap memerlukan masa pemulihan dan perawatan di rumah sakit yang cukup lama, dengan trauma bedah (luka operasi) dan trauma psikis serta relatif kurang nyaman bagi penderita maupun keluarganya. Hal ini memacu para ilmuwan untuk menemukan alternatif baru penutupan ASD dengan tindakan intervensi non bedah (tanpa bedah jantung terbuka), yaitu dengan pemasangan alat Amplatzer Septal Occluder (ASO).



1.2.       Tujuan
a.    Tujuan Umum
1.      Untuk menyelesaiakn tugas mata kuliah Kardiovaskular II
2.      Untuk menambah pengetahuan para pembaca khususnya perawat dan tenaga medis lainnya mengenai Atrium Septal Defek
b.    Tujuan Khusus
1.      Untuk memahami defenisi dari Defek Septum Atrium
2.      Untuk memahami anatomi fisiologi dari jantung
3.      Untuk memahami Klasifikasi ASD.
4.      Unutk memahami etiologi dari ASD
5.      Untuk memahami manifestasi klinis dari ASD
6.      Untuk memahami patofisiologi dari ASD
7.      Untuk memahami komplikasi dari ASD
8.      Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari ASD?
9.      Untuk mengetahui bentuk penatalaksanaan dari ASD
10.  Untuk memahami konsep Asuhan Keperawatan dari ASD?

1.3.       Manfaat
Penyusunan makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai apa defenisi, anatomi fisiologi, etiologi, gejala klinis, patofisiologi, penata laksanaan serta mampu menyusun asuhan keperawatan dari Defek Septum Atrium.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.       Anatomi Fisiologi
Atrium
1. Atrium Kanan 
Atrium yang berdinding tipis ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan darah dan sebagai penyalur darah dari vena-vena sirkulasi sistemik ke dalam ventrikel kanan kemudian ke paru-paru. Darah yang berasal dari pembuluh vena ini masuk dalam atrium kanan melalui vena kava superior, inferior, dan sinus koronarius. Dalam muara vena kava tidak ada katup sejati. Hal yang memisahkan vena kava dari atrium ini hanyalah lipatan katup atau pita otot.

2. Ktrium Kiri
Atrium kiri menerima darah yang sudah di oksigenasi dari paru-paru melalui keempat vena plulmonalis. Antara vena pulmonalis dan atrium kiri tidak ada katup sejati. Oleh karena itu perubahan tekanan dalam atrium kiri mudah sekali membalik retrograde (mundur) ke dalam pembuluh paru. Peningkatan tekanan atrium kiri yang akut akan menyebabkan bendungan paru-paru. Atrium kiri berdinding tipis dan bertekanan rendah. Darah mengalir dari atrium kiri ke dalam ventrikel kiri melalui katup mitral.
  
2.2.       Defenisi
Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan antara atrium kanan dengan atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup ( Markum, 1991).
ASD adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan kanan. (Sudigdo Sastroasmoro, 1994).
Atrial Septal Defect (ASD) adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada septum interatrial yang terjadi karena kegagalan fusi septum interatrial semasa janin. ( id.wikipedia.org).
ASD adalah keadaan adanay lubang antara atrium kanan dan kiri. Keadaan ini bersifat kongenital yang terjadi ketika foramen ovale gagal menutup setelah lahir, atau jika terdapat lubang lain antara atrium kanan dan kiri akhibat kurang sempurnannya penutupan dinding antara kedua etrium selama masa gestasi. (Corwin, Elizabeth J., buku saku patofisiologi Ed. 3, Jakarta:EGC, 2009)
Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat.

2.3.       Klasifikasi
Berdasarkan bentuk anatomisnya Atrial Septal Defect dapat dibedakan menjadi 3 , yaitu:
1)      Defek Sinus Venosus
Yaitu defek yang terletak di bagian superior dan posterior sekat, sangat dekat dengan vena kava superior dan juga dekat dengan salah satu muara vena pulmonalis.
2)      Defek Sekat Sekundum
Yaitu defek ini terletak di tengah sekat atrium. Defek ini juga terletak pada foramen ovale.
3)      Defek Sekat Primum
Yaitu defek ini terletak dibagian bawah sekat primum, dibagian bawah hanya di batasi oleh sekat ventrikel, dan terjadi karena gagal pertumbuhan sekat primum.
Defek sekat primum dikenal dengan ASD I, Defek sinus Venosus dan defek sekat sekundum dikenal dengan ASD II

2.4.       Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD. Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu:
1)      Faktor Prenatal.
a)        Ibu menderita infeksi Rubella
b)        Ibu alkoholisme
c)        Umur ibu lebih dari 40 tahun
d)       Ibu menderita IDDM
e)        Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu
2)      Faktor genetic
a)        Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB (Penyakit Jantung Bawaan)
b)        Ayah atau ibu menderita PJB
c)        Kelainan kromosom misalnya Sindroma Down
d)       Lahir dengan kelainan bawaan lain


2.5. Manifestasi Klinis
                     Sebagian  besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik) pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi gagal jantung di tahun pertama kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian gagal jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia). Gejala yang muncul pada masa bayi dan kanak-kanak adalah adanya infeksi saluran nafas bagian bawah berulang, yang ditandai dengan keluhan batuk dan panas hilang timbul (tanpa pilek). Selain itu gejala gagal jantung (pada ASD besar) dapat berupa sesak napas, kesulitan menyusu, gagal tumbuh kembang pada bayi atau cepat capai saat aktivitas fisik pada anak yang lebih besar. Gejalanya bisa berupa :
1)        Sering mengalami infeksi saluran pernafasan.
2)        Dispneu (kesulitan dalam bernafas)
3)        Sesak nafas ketika melakukan aktivitas
4)        Jantung berdebar-debar (palpitasi)
5)        Pada kelainan yang sifatnya ringan sampai sedang, mungkin sama sekali
6)        Tidak ditemukan gejala atau gejalanya baru timbul pada usia pertengahan Aritmia.

2.6.       Patofisiologi
Penyakit dari penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat dipastikan banyak kasus mungkin terjadi akibat aksi trotogen yang tidak diketahui dalam trisemester pertama kehamilan saat terjadi perkembangan jantung janin. Pertama kehidupan status, saat struktur kardiovaskuler terbentuk kecuali duktus arteriosis paten yaitu saluran normal untuk status yang harus menutup dalam beberapa hari pertama.
Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium kanan 5 mmHg) . Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri.
Bila shunt besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah yang melalui aorta. Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri pulmonalis, maka tekanan pada alat–alat tersebut naik., dengan adanya kenaikan tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg.
Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis relatif katup pulmonal ). Pada valvula trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan, sehingga disini juga terjadi stenosis relatif katup trikuspidalis sehingga terdengar bising diastolik. Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis, maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmunalis dan akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen.
Namun kejadian ini pada ASD terjadinya sangat lambat ASD I sebagian sama dengan ASD II. Hanya bila ada defek pada katup mitral atau katup trikuspidal, sehingga darah dari ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium kiri dan atrium kanan pada waktu systole. Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.

WOC


















2.7. Pemeriksaan diagnostik
pemeriksaan diagnostig yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah:
1)      Foto toraks
Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto toraks AP menunjukkan atrium kanan yangmenonjol, dan dengan konus pulmonalis yang menonjol.Jantung hanya sedikit membesar dan vaskularisasi paru yang bertambah sesuai dengan besarnya pirau.
2)      Elektrokardiografi
Menunjukkan pola RBBB pada 95%, yang menunjukkan beban volume ventrikel kanan. Deviasi sumbu QRS ke kanan (right axis deviation) pada ASD sekundum membedakannya dari defek primum yang memperlihatkan deviasi sumbu kiri (left axis deviation). Blok AV I (pemanjangan interval PR) terdapat pada 10% kasus defek sekundum
3)      Ekokardiografi
Ekokardiogram:Ekokardiogram M-mode memperlihatkan dilatasi ventrikel kanan dan septum interventrikular yang bergerak paradoks. Ekokardiogram 2 dimensi dapat memperlihatkan lokasi dan besarnya defek interatrial (pandangan subsifoid yang paling terpercaya). Prolaps katup mitral dan regurgitasi sering tampak pada defek septum atrium yang besar. Posisi katup mitral dan trikuspid sama tinggi pada defek septum atrium primum dan bila ada celah pada katup mitral juga dapat terlihat. Ekokardiogram menentukan lokasi defek, ukuran defek, arah dan gradien aliran, perkiraan tekanan ventrikel kanan dan pulmonal, gambaran beban volume pada jantung kiri, keterlibatan katup aorta atau trikuspid serta kelainan lain.

Ekokardiografi Doppler memperlihatkan aliran interatrial yang terekam sampai di dinding atrium kanan. Rasio aliran pulmonal terhadap aliran sistemik juga dapat dihitung. Ekokardiografi kontras dikerjakan bila Doppler tak mampu memperlihatkan adanya aliran interatrial. Tujuan utama pemeriksaan ekokardiografi pada ASD adalah untuk mengevaluasi pirau dari kiri ke kanan di tingkat atrium antara lain adalah:
a)        Mengidentifikasi secara tepat defek diantara ke dua atrium
b)        Memisualisasikan hubungan seluruh vena pulmonalis
c)        Menyingkirkan lesi tambahan lainnya
d)       Menilai ukuran ruang-ruang jantung (dilatasi)
e)        Katerisasi jantung
Prosedur diagnostic dimana kateter radiopaque dimasukan kedalam atrium jantung melalui pembuluh darah perifer, diobservasi dengan fluoroskopi atau intensifikasi pencitraan; pengukuran tekanan darah dan sampel darah memberikan sumber-sumber informasi tambahan. Kateterisasi jantung dilakukan bila defek interatrial pada ekokardiogram tak jelas terlihat atau bila terdapat hipertensi pulmonal. Pada kateterisasi jantung terdapat peningkatan saluran oksigen di atrium kanan dengan peningkatan ringan tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Bila telah terjadi penyakit vaskuler paru, tekanan arteri pulmonalis sangat meningkat sehingga perlu dilakukan tes dengan pemberian oksigen 100% untuk menilai reversibilitas vaskuler paru.

2.8.       Penatalaksanaan Medis
1.      ASD kecil (diameter < 5 mm) karena tidak menyebabkan gangguan hemodinamik dan bahaya endokarditis infeksi, tidak perlu dilakukan operasi.
2.      ASD besar (diameter > 5 mm s/d beberapa centimeter), perlu tindaklan pembedahan dianjurkan < 6 tahun, karena dapat menyebabkan hipertensi pulmonal (walaupun lambat). Operasi harus segera dilakukan bila:
  • Jantung sangat membesar
  • Dyspnoe d’effort yang berat atau sering ada serangan bronchitis.
  • Kenaikan tekanan pada arteri pulmonalis.
Bila pada anak masih dapat dikelola dengan digitalis, biasanya operasi ditunggu sampai anak mencapai umur sekitar 3 tahun.
  • Opersi pada ASD I tanpa masalah katup mitral atau trikuspidal mortalitasnya rendah, operasi dilakukan pada masa bayi.
  • ASD I disertai celah katup mitral dan trikuspidal operasi paling baik dilakukan umur antara 3-4 tahun.
  • Apabila ditemukan tanda – tanda hipertensi pulmonal, operasi dapat dilakukan pada masa bayi untuk mencgah terjadinya penyakit vaskuler pulmonal.
  • Terapi dengan digoksin, furosemid dengan atau tanpa sipironolakton dengan pemantauan elektrolit berkala masih merupakan terapi standar gagal jantung pada bayi dan anak.
3.      Pembedahan : menutup defek dengan kateterisasi jantung

 2.9.       Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi :
1.      Gagal jantung
2.      Penyakit pembuluh darah paru
3.      Endokarditis
4.      Obstruksi pembuluh darah pulmonal(hipertensi pulmonal)
5.      Aritmia
6.      Henti jantung dan
7.      VSD
 
2.10.   Konsep Asuhan Keperawatan
A.    Pengkajian
1.      Biodata / Identitas
ASD timbul sejak usia bayi baru lahir à bertambah nyata jika bayi menangis atau menetek lama.
Gejala ini dapat diketahui beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun à jika timbul kelainan ringan.
2.      Keluhan Utama
Keluhan utama bisa salah satu dari sesak napas (dispnea), pusing, maupun nyeri dada, tergantung tingkat keparahan ASD yang dialami
3.      Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya px terlihat pucat, banyak keringat yang keluar, ujung-ujung jari hiperemik. Diameter dada bertambah (sering terlihat benjolan dada kiri), berat badan menurun (tidak ada nafsu makan), tubuh terasa lemah, pusing, sesak nafas.
4.      Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya faktor bawaan dari ibu sebelum lahir dan wanita yang hamil dengan banyak mengkonsumsi obat-obatan, radiasi secara potensial menyebabkan kelainan susunan jantung pada embrio/sejak lahir.
5.      Riwayat Penyakit Keluarga
Pada saat kehamilan 2 bulan pertama menderita penyakit Rubela / penyakit lainnya atau ibu sering mengkonsumsi obat-obatan tertentu seperti talidomial, atau terkena sinar radiasi.
6.      Riwayat Perkembangan
Ditanyakan kemampuan perkembangan meliputi :
Ø  Personal sosial (kepribadian / tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Ø  Gerakan motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi cepat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
Ø  Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh
Bahasa : kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.

7.      Pola aktivitas sehari-hari
Nama Aktivitas
Sebelum MRS
Saat MRS
Berladang


Naik tangga


Bersepeda


Merawat diri



a.       Pola Nutrisi
Nama Aktivitas
Sebelum MRS
Saat MRS
Makan


Minum


Jenis makanan


Pola makanan



b.      Pola Eleminasi
Nama Aktivitas
Sebelum MRS
Saat MRS
BAB


BAK


Frekuensi BAB


Frekuensi BAK



c.       Personal higyne
Nama Aktivitas
Sebelum MRS
Saat MRS
Mandi


Keramas


Gosok gigi


Merawat kuku



d.      Pola Psikososial
Nama Aktivitas
Sebelum MRS
Saat MRS
Diskusi di masyarakat


Menghadiri hajatan


Kerja bakti lingkungan


e.       Pola Spiritual
Nama Aktivitas
Sebelum MRS
Saat MRS
Ibadah (sholat) rutin


Pergi ke tempat ibadah


Acara keagamaan


Membaca kitab suci (Alqur’an)



8.      Pemeriksaan Fisik
a)      Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum klien gagal jantung bisaanya dilakukan dengan tes GCS (Glasscow Comma Scale), dengan kriteria:
·      15 s/d 12          =   composmentis
·      11 s/d 8            =   somnolen
·      7 s/d 4              =   apatis
·      3                       =   coma
b)      Tanda-Tand Vital
TD      :
N         :
RR      :
T         :
c)      Pemeriksaan Kepala dan leher
1)            Kepala
Inspeksi          : simetris/tidak, rambut tampak kusam/tidak
Palpaasi           : rambut mudah tercabut/tidak, ada benjoan/tidak.
Ø  Mata
Inspeksi           : mata tampak cekung/tidak, konjungtiva tampak anemis/tidak,sklera mata ampak putih /tidak,bola mata mengetahui arah telunjuk/tidak,
Ø  Telinga
Inspeksi           : pendengarannya baik/tidak, menggunakan alat bantu/tiak,simetris/tidak
Ø  Hidung
Inspeksi           : sietris/tidak, ada sekret/tidak.
Ø  Mulut
Inspeksi           : tampak kering/tidak, simetris/tidak
2)            Leher
Inspeksi          : simetris/tidak, ada pembesaran kelenjar tiroid/tidak.
Palpasi            : ada penekanan vena jugularis/tidak.

d)     Pemeriksaan Thoraks
Inspeksi                     :    simetris/tidak
Palpasi                       :    adanya nyeri  tekan/tidak
Auskultasi                : ada bunyi ronchi/tidak,ada bunyi weizhing/tidak. Terdengar murmur akibat peningkatan aliran darah yang melalui katup pulmonalis atau tidak. Jika shuntnya besar, murmur juga bisa terdengar akibat peningkatan aliran darah yangmengalir melalui katup trikuspidalis

e)      Pemerikasaan Abdomen
Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis dan pyelonefrotis. Pada daerah supra simisfer pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dank lien akan merasa ingin miksi.

f)       Pemeriksaan Genetalia
Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenosis meatus, stirktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis. Pemeriksaan pada bagian skrotum untuk menentukan adanya epididimitis

g)      Pemeriksaan neurosensori
Pada pemeriksaan neurosensori, syaraf yang dijadikan titik utama pemeriksaan antara lain 12 syaraf kranial dan bila perlu pungsi CSS

h)      Pemeriksaan Integumen
Terdiri dari warna, kelembapan suhu, temperatur, turgor lesi atau tidak.


i)        Pemeriksaan Muskulokeletal
Pada tahap pemeriksaan ini, yang diperiksa adalah kekuatan tonus otot.




 x   /  x
x  /  x
  
Dengan ketentuan nilai pada x:
5             =     normal/kekuatan penuh
4             =     mampu mengangkat benda namun tidak mampu melawan tahan yang diberikan pemeriksa
3             =     mampu mengangkat berlawanan gaya gravitasi
2             =     hanya mampu bergerak
1             =     hanya telihat kedutan- kedutan otot
0             =     paralisis

9.      Perkembangan Konsep Tumbuh Kembang
a.       Tahap Oral (18 bulan pertama kehidupan)
Pada tahap ini ada dua macam aktivitas oral, yaitu menggigit dan menelan makanan, merupakan prototype bagi banyak ciri karakter yang berkembang di kemudian hari. Pada pengkajian klien yang berada di tahap ini sangat penting untuk tetap menjaga kondisi perkembangan klien, hal ini dimaksudkan unutk meminimalisir gangguan asupan nutrien di masa pertumbuhan
b.      Tahap Anal (usia 1 dan 3 tahun)
Pada tahap ini anak akan mengeksploitasi fungsi pembuangan, misalnya menahan dan bermain-main dengan feces, atau juga senang bermain-main dengan lumpur dan kesenangan melukis dengan jari. Bila klien dalam tahap ini, maka pengkajian dan pemeriksaan dapat dilakukan untuk menjaga agar klien tetap bisa berlatih untuk menggunakan fungsi pembuangan secara optimal.
c.       Tahap Phallic (usia 3 dan 6 tahun)
Tahap ini sesuai dengan nama genital laki-laki (phalus), sehingga meupakan daerah kenikmatan seksual laki-laki. Pada tahap ini anak akan mengalami Oedipus complex
Oedipus complex merupakan keinginan yang mendalam untuk menggantikan orang tua yang sama jenis kelamin dengannya dan menikmati afeksi dari orang tua yang berbeda jenis kelamin dengannya.
d.      Tahap Latency (usia 6 tahun dan masa pubertas)
Merupakan tahap yang paling baik dalam perkembangan kecerdasan (masa sekolah). Pada klien dengan rentang usia di tahap ini penting untuk dilakukan pengkajian untuk antisipasi dan meminimalsir resiko terjadinya gangguan pola perkembangan berfikir
e.       Tahap Genital (masa pubertas dan seterusnya)
Bersamaan dengan pertumbuhannya, alat-alat genital menjadi sumber kenikmatan dalam tahap ini, sedangkan kecenderungan-kecenderungan lain akan ditekan. Lebih spesifikasi pada pemeriksaan genetalia

10.  Dampak Hospitalisasi
Karena berada dalam perawatan di rumah sakit, maka akan timbul efek hospitalisasi pada klient dan orang tua, antara lain:
·         Anak akan merasa kurang nyaman karena tidak bisa bersosialisasi dengan teman sebayanya. Hal ini dapat memicu diagnosa keperawatan menarik diri.
·         Orang tua akan lebih sering dan fokus untuk anaknya (klient) sehingga pekerjaan rumah dan fungsi keluarga terganggu, sehinga dapat muncul diagnosa perubahan pola keluarga

B. Diagnosa 
1. Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur.
2.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen
3.Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan; isolasi sosial
4.Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah.
5.Risiko tinggi cedera (komplikasi) berhubungan dengan kondisi jantung dan terapi
6.Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit jantung (ASD)
 
C.    Intervensi
1.      Diagnosa      :    Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur.
Tujuan          :
a.       Klien akan menunjukkan perbaikan curah jantung.
Kriteria Hasil  :
a.       Frekwensi jantung, tekanan darah, dan perfusi perifer berada pada batas normal sesuai usia.
b.      Keluaran urine adekuat (antara 0,5 – 2 ml/kgbb, bergantung pada usia )
Intervensi     :
1.      Beri digoksin sesuai program, dengan menggunakan kewaspadaan yang dibuat untuk mencegah toxisitas.
2.      Beri obat penurun afterload sesuai program
3.      Beri diuretik sesuai program

2.      Diagnosa      :    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen
Tujuan          :
a.       Klien mempertahankan tingkat energi yang adekuat tanpa stress tambahan.
Kriteria Hasil :
a.       Anak menentukan dan melakukan aktivitas yang sesuai dengan kemampuan.
b.      Anak mendapatkan waktu istirahat/tidur yang tepat.
Intervensi     :
  1. Berikan periode istirahat yang sering dan periode tidur tanpa gangguan.
  2. Anjurkan permainan dan aktivitas yang tenang.
  3. Bantu anak memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi, dan kemampuan.
  4. Hindari suhu lingkungan yang ekstrem karena hipertermia atau hipotermia meningkatkan kebutuhan oksigen.
  5. Implementasikan tindakan untuk menurunkan ansietas.
6.      Berespons dengan segera terhadap tangisan atau ekspresi lain dari distress.



3.      Diagnosa      :    Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan; isolasi sosial.
Tuujuan        :      
a.       Pasien mengikuti kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi badan.
b.      Anak mempunyai kesempatan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang sesuai dengan usia
Kriteria Hasil :
a.       Anak mencapai pertumbuhan yang adekuat.
b.      Anak melakukan aktivitas sesuai usia
c.       Anak tidak mengalami isolasi social
Intervensi     :      
  1. Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat.
  2. Pantau tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik pertumbuhan untuk menentukan kecenderungan pertumbuhan.
  3. Dapat memberikan suplemen besi untuk mengatasi anemia, bila dianjurkan.
  4. Dorong aktivitas yang sesuai usia.
  5. Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap sosialisasi seperti anak yang lain.
6.      Izinkan anak untuk menata ruangnya sendiri dan batasan aktivitas karena anak akan beristirahat bila lelah.

4.      Diagnosa      :    Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah.
Tujuan          :      
a.       Klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil :
a.       Anak bebas dari infeksi
Intervensi     :
1.      Hindari kontak dengan individu yang terinfeksi
2.      Beri istirahat yang adekuat
3.      Beri nutrisi optimal untuk mendukung pertahanan tubuh alami



5.      Diagnosa      :    Risiko tinggi cedera (komplikasi) berhubungan dengan kondisi jantung dan terapi
Tujuan          :      
a.       Klien/keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi secara dini.
Kriteria hasil :
a.       Keluarga mengenali tanda-tanda komplikasi dan melakukan tindakan yang tepat.
b.      Klien/keluarga menunjukkan pemahaman tentang tes diagnostik dan pembedahan.
Intervensi     :      
1.      Ajari keluarga untuk mengenali tanda-tanda komplikasi,Gagal jantung kongestif :
·         Takikardi, khususnya selama istirahat dan aktivitas ringan.
·         Takipnea
·         Keringat banyak di kulit kepala, khususnya pada bayi.
·         Keletihan
·         Penambahan berat badan yang tiba-tiba
·         Distress pernapasan
·         Toksisitas digoksin
·         Muntah (tanda paling dini)
·         Mual
·         Anoreksia
·         Bradikardi.
·         Disritmia
·         Peningkatan upaya pernapasan – retraksi, mengorok, batuk, sianosis.
·         Hipoksemia – sianosis, gelisah.
·         Kolaps kardiovaskular – pucat, sianosis, hipotonia.
2.      Ajari keluarga untuk melakukan intervensi selama serangan hipersianotik
·         Tempatkan anak pada posisi lutut-dada dengan kepala dan dada ditinggikan.
·         Tetap tenang.
·         Beri oksigen 100% dengan masker wajah bila ada.
·         Hubungi praktisi
3.      Jelaskan atau klarifikasi informasi yang diberikan oleh praktisi dan ahli bedah pada keluarga.
4.      Siapkan anak dan orang tua untuk prosedur.
5.      Bantu membuat keputusan keluarga berkaitan dengan pembedahan.
6.      Diagnosa      :    Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit jantung (ASD)
Tujuan          :      
a.       Klien/keluarga mengalami penurunan rasa takut dan ansietas
b.      Klien menunjukkan perilaku koping yang positif
Kriteria hasil :
a.       Keluarga mendiskusikan rasa takut dan ansietasnya
b.      Keluarga menghadapi gejala anak dengan cara yang positif
Intervensi     :
1.      Diskusikan dengan orang tua dan anak (bila tepat) tentang ketakutan mereka dan masalah defek jantung dan gejala fisiknya pada anak karena hal ini sering menyebabkan ansietas/rasa takut.
2.      Dorong keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan anak selama hospitalisasi untuk memudahkan koping yang lebih baik di rumah.
3.      Dorong keluarga untuk memasukkan orang lain dalam perawatan anak untuk mencegah kelelahan pada diri mereka sendiri.
4.      Bantu keluarga dalam menentukan aktivitas fisik dan metode disiplin yang tepat untuk anak.

 
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pasien dengan defek septum atrium mengalami peningkatan  risiko     fibrilasi atrium. Peningkatan gelombang P memprediksi dispersi pengembangan fibrilasi atrium. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan perbedaan antara dispersi P penutupan transkateter dengan Amplatzer septum occluder dan penutupan bedah di masa kecil

3.2.Saran
Perawat harus mampu memberikan pendidikan kesehatan kepada bapak dan ibu atau keluarga dari anak tentang ASD.



 

DAFTAR PURTAKA
·         http://ardyanpradana007.blogspot.com/2012/06/askep-anak-dengan-atrium-septal-defek.html diposting oleh Ardyan Pradana, diakses pada 14:45 WIB 8 Mei 2013
·        http://learntogether-aries.blogspot.com/2011/07/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan.html diposting oleh Aries, diakses pada 14:45 WIB 8 Mei 2013
diposting oleh Anymous, diakses pada 14:45 WIB8 Mei 2013
·         http://muhamadrezapahlevi.blogspot.com/2012/04/atrial-septum-defek-asd.html diposting oleh M. Reza Pahlevi, diakses pada 14:45 WIB8 Mei 2013
diposting oleh Bintang Bangsaku, diakses pada 18:54 WIB 15 Mei 2013
·         Corwin, Elizabeth J., Buku Saku Patofisiologi Ed. 3, Jakarta:EGC, 2009)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar