BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
ASD(Atrial Septal Defect) merupakan kelainan
jantung bawaan tersering setelah VSD (ventrikular septal defect). Dalam
keadaan normal, pada peredaran darah janin terdapat suatu lubang diantara
atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat
bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang ini tetap terbuka, darah
terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan (shunt). Maka darah
bersih dan darah kotor bercampur.
Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan
gejala (asimptomatik) pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat
menyebabkan kondisi gagal jantung di tahun pertama kehidupan pada sekitar 5%
penderita. Kejadian gagal jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan
disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia).
Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani
tindakan penutupan pada defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara
spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa
dewasa. Namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada
besar kecilnya aliran darah dan ada tidaknya gagal jantung kongestif,
peningkatan tekanan pembuluh darah paru serta penyulit lain.
Semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi bedah
jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan langsung ataupun
menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun. Tindakan operasi ini
sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak terlambat) memberikan hasil
yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka kematian operasi 0-1%, angka
kesakitan rendah). Pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang dari 11
tahun menunjukkan ketahanan hidup pasca operasi mencapai 98%. Semakin tua usia saat
dioperasi maka ketahanan hidup akan semakin menurun, berkaitan dengan sudah
terjadinya komplikasi seperti peningkatan tekanan pada pembuluh darah paru.
Namun demikian, tindakan operasi tetap memerlukan masa pemulihan dan perawatan
di rumah sakit yang cukup lama, dengan trauma bedah (luka operasi) dan trauma
psikis serta relatif kurang nyaman bagi penderita maupun keluarganya. Hal ini
memacu para ilmuwan untuk menemukan alternatif baru penutupan ASD dengan
tindakan intervensi non bedah (tanpa bedah jantung terbuka), yaitu dengan
pemasangan alat Amplatzer Septal Occluder (ASO).
1.2.
Tujuan
a.
Tujuan Umum
1.
Untuk
menyelesaiakn tugas mata kuliah Kardiovaskular II
2.
Untuk
menambah pengetahuan para pembaca khususnya perawat dan tenaga medis lainnya
mengenai Atrium Septal Defek
b.
Tujuan Khusus
1.
Untuk memahami defenisi dari Defek Septum Atrium
2.
Untuk memahami anatomi fisiologi dari jantung
3.
Untuk memahami Klasifikasi ASD.
4.
Unutk memahami etiologi dari ASD
5.
Untuk memahami manifestasi klinis dari ASD
6.
Untuk memahami patofisiologi dari ASD
7.
Untuk memahami komplikasi dari ASD
8.
Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari ASD?
9.
Untuk mengetahui bentuk penatalaksanaan dari ASD
10.
Untuk memahami konsep Asuhan Keperawatan dari ASD?
1.3. Manfaat
Penyusunan
makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai apa defenisi,
anatomi fisiologi, etiologi, gejala klinis, patofisiologi, penata laksanaan
serta mampu menyusun asuhan keperawatan dari Defek Septum Atrium.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anatomi Fisiologi
Atrium1. Atrium Kanan
Atrium yang berdinding
tipis ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan darah dan sebagai penyalur darah
dari vena-vena sirkulasi sistemik ke dalam ventrikel kanan kemudian ke
paru-paru. Darah yang berasal dari pembuluh vena ini masuk dalam atrium kanan
melalui vena kava superior, inferior, dan sinus koronarius. Dalam muara vena
kava tidak ada katup sejati. Hal yang memisahkan vena kava dari atrium ini
hanyalah lipatan katup atau pita otot.
2. Ktrium Kiri
Atrium kiri menerima darah yang sudah di oksigenasi dari
paru-paru melalui keempat vena plulmonalis. Antara vena pulmonalis dan atrium
kiri tidak ada katup sejati. Oleh karena itu perubahan tekanan dalam atrium
kiri mudah sekali membalik retrograde (mundur) ke dalam pembuluh paru.
Peningkatan tekanan atrium kiri yang akut akan menyebabkan bendungan paru-paru.
Atrium kiri berdinding tipis dan bertekanan rendah. Darah mengalir dari atrium
kiri ke dalam ventrikel kiri melalui katup mitral.
2.2.
Defenisi
Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan
antara atrium kanan dengan atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup ( Markum,
1991).
ASD adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan
kanan. (Sudigdo Sastroasmoro, 1994).
Atrial Septal Defect (ASD) adalah penyakit jantung bawaan
berupa lubang (defek) pada septum interatrial yang terjadi karena kegagalan
fusi septum interatrial semasa janin. ( id.wikipedia.org).
ASD adalah keadaan adanay lubang antara atrium kanan dan
kiri. Keadaan ini bersifat kongenital yang terjadi ketika foramen ovale gagal
menutup setelah lahir, atau jika terdapat lubang lain antara atrium kanan dan
kiri akhibat kurang sempurnannya penutupan dinding antara kedua etrium selama
masa gestasi. (Corwin, Elizabeth J., buku saku patofisiologi Ed. 3,
Jakarta:EGC, 2009)
Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang)
abnormal pada sekat yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan
jantung bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat
atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung
kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat.
2.3.
Klasifikasi
Berdasarkan bentuk anatomisnya Atrial Septal Defect dapat
dibedakan menjadi 3 , yaitu:
1) Defek Sinus Venosus
Yaitu
defek yang terletak di bagian superior dan posterior sekat, sangat dekat dengan
vena kava superior dan juga dekat dengan salah satu muara vena pulmonalis.
2) Defek Sekat Sekundum
Yaitu
defek ini terletak di tengah sekat atrium. Defek ini juga terletak pada foramen
ovale.
3) Defek Sekat Primum
Yaitu
defek ini terletak dibagian bawah sekat primum, dibagian bawah hanya di batasi
oleh sekat ventrikel, dan terjadi karena gagal pertumbuhan sekat primum.
Defek
sekat primum dikenal dengan ASD I, Defek sinus Venosus dan defek sekat sekundum
dikenal dengan ASD II
2.4.
Etiologi
Penyebabnya
belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga
mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD. Faktor-faktor tersebut
diantaranya yaitu:
1) Faktor Prenatal.
a)
Ibu
menderita infeksi Rubella
b)
Ibu
alkoholisme
c)
Umur
ibu lebih dari 40 tahun
d)
Ibu
menderita IDDM
e)
Ibu
meminum obat-obatan penenang atau jamu
2)
Faktor
genetic
a)
Anak
yang lahir sebelumnya menderita PJB (Penyakit Jantung Bawaan)
b)
Ayah
atau ibu menderita PJB
c)
Kelainan
kromosom misalnya Sindroma Down
d) Lahir dengan kelainan bawaan
lain
2.5. Manifestasi Klinis
Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala
(asimptomatik) pada masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat
menyebabkan kondisi gagal jantung di tahun pertama kehidupan pada sekitar 5%
penderita. Kejadian gagal jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan
disertai adanya gangguan aktivitas listrik jantung (aritmia). Gejala yang
muncul pada masa bayi dan kanak-kanak adalah adanya infeksi saluran nafas bagian bawah berulang, yang ditandai dengan
keluhan batuk dan panas hilang timbul (tanpa pilek). Selain itu gejala
gagal jantung (pada ASD besar) dapat berupa sesak napas, kesulitan menyusu,
gagal tumbuh kembang pada bayi atau cepat capai saat aktivitas fisik pada
anak yang lebih besar. Gejalanya bisa berupa :
1)
Sering
mengalami infeksi saluran pernafasan.
2)
Dispneu
(kesulitan dalam bernafas)
3)
Sesak
nafas ketika melakukan aktivitas
4)
Jantung
berdebar-debar (palpitasi)
5)
Pada
kelainan yang sifatnya ringan sampai sedang, mungkin sama sekali
6)
Tidak
ditemukan gejala atau gejalanya baru timbul pada usia pertengahan Aritmia.
2.6.
Patofisiologi
Penyakit dari penyakit
jantung kongentinal ASD ini belum dapat dipastikan banyak kasus mungkin terjadi
akibat aksi trotogen yang tidak diketahui dalam trisemester pertama kehamilan
saat terjadi perkembangan jantung janin. Pertama kehidupan status, saat
struktur kardiovaskuler terbentuk kecuali duktus arteriosis paten yaitu saluran
normal untuk status yang harus menutup dalam beberapa hari pertama.
Darah artenal dari atrium
kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat ini. Aliran ini tidak
deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak begitu besar
(tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium kanan 5 mmHg) . Adanya
aliran darah menyebabkan penambahan beban pada ventrikel kanan, arteri
pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri.
Bila shunt besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat
3-5 kali dari darah yang melalui aorta. Dengan bertambahnya volume aliran darah
pada ventrikel kanan dan arteri pulmonalis, maka tekanan pada alat–alat
tersebut naik., dengan adanya kenaikan tekanan, maka tahanan katup arteri
pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg.
Akibat adanya perbedaan
tekanan ini, timbul suatu bising sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD
merupakan bising dari stenosis relatif katup pulmonal ). Pada valvula
trikuspidalis juga ada perbedaan tekanan, sehingga disini juga terjadi stenosis
relatif katup trikuspidalis sehingga terdengar bising diastolik. Karena adanya
penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis, maka lama kelamaan akan
terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmunalis dan akibatnya akan terjadi
kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen.
Namun kejadian ini pada ASD
terjadinya sangat lambat ASD I sebagian sama dengan ASD II. Hanya bila ada
defek pada katup mitral atau katup trikuspidal, sehingga darah dari ventrikel
kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium kiri dan atrium kanan pada
waktu systole. Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari
kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang
rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.
WOC
2.7. Pemeriksaan
diagnostik
pemeriksaan diagnostig yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah:
1)
Foto
toraks
Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto toraks
AP menunjukkan atrium kanan yangmenonjol, dan dengan konus pulmonalis yang
menonjol.Jantung hanya sedikit membesar dan vaskularisasi paru yang bertambah
sesuai dengan besarnya pirau.
2)
Elektrokardiografi
Menunjukkan pola RBBB pada 95%, yang menunjukkan beban
volume ventrikel kanan. Deviasi sumbu QRS ke kanan (right axis deviation) pada
ASD sekundum membedakannya dari defek primum yang memperlihatkan deviasi sumbu
kiri (left axis deviation). Blok AV I (pemanjangan interval PR) terdapat pada
10% kasus defek sekundum
3) Ekokardiografi
Ekokardiogram:Ekokardiogram
M-mode memperlihatkan dilatasi ventrikel kanan dan septum interventrikular yang
bergerak paradoks. Ekokardiogram 2 dimensi dapat memperlihatkan lokasi dan
besarnya defek interatrial (pandangan subsifoid yang paling terpercaya).
Prolaps katup mitral dan regurgitasi sering tampak pada defek septum atrium
yang besar. Posisi katup mitral dan trikuspid sama tinggi pada defek septum
atrium primum dan bila ada celah pada katup mitral juga dapat terlihat.
Ekokardiogram menentukan lokasi defek, ukuran defek, arah dan gradien aliran,
perkiraan tekanan ventrikel kanan dan pulmonal, gambaran beban volume pada
jantung kiri, keterlibatan katup aorta atau trikuspid serta kelainan lain.
Ekokardiografi
Doppler memperlihatkan aliran interatrial yang terekam sampai di dinding atrium
kanan. Rasio aliran pulmonal terhadap aliran sistemik juga dapat dihitung.
Ekokardiografi kontras dikerjakan bila Doppler tak mampu memperlihatkan adanya
aliran interatrial. Tujuan utama pemeriksaan ekokardiografi pada ASD adalah
untuk mengevaluasi pirau dari kiri ke kanan di tingkat atrium antara lain
adalah:
a)
Mengidentifikasi
secara tepat defek diantara ke dua atrium
b)
Memisualisasikan
hubungan seluruh vena pulmonalis
c)
Menyingkirkan
lesi tambahan lainnya
d) Menilai ukuran ruang-ruang
jantung (dilatasi)
e)
Katerisasi
jantung
Prosedur
diagnostic dimana kateter radiopaque dimasukan kedalam atrium jantung melalui
pembuluh darah perifer, diobservasi dengan fluoroskopi atau intensifikasi
pencitraan; pengukuran tekanan darah dan sampel darah memberikan sumber-sumber
informasi tambahan. Kateterisasi jantung dilakukan bila defek interatrial pada
ekokardiogram tak jelas terlihat atau bila terdapat hipertensi pulmonal. Pada
kateterisasi jantung terdapat peningkatan saluran oksigen di atrium kanan
dengan peningkatan ringan tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Bila
telah terjadi penyakit vaskuler paru, tekanan arteri pulmonalis sangat
meningkat sehingga perlu dilakukan tes dengan pemberian oksigen 100% untuk
menilai reversibilitas vaskuler paru.
2.8.
Penatalaksanaan Medis
1. ASD kecil (diameter < 5
mm) karena tidak menyebabkan gangguan hemodinamik dan bahaya endokarditis
infeksi, tidak perlu dilakukan operasi.
2. ASD besar (diameter > 5 mm
s/d beberapa centimeter), perlu tindaklan pembedahan dianjurkan < 6 tahun,
karena dapat menyebabkan hipertensi pulmonal (walaupun lambat). Operasi harus
segera dilakukan bila:
- Jantung sangat membesar
- Dyspnoe d’effort yang berat atau sering ada serangan bronchitis.
- Kenaikan tekanan pada arteri pulmonalis.
Bila pada anak masih dapat dikelola
dengan digitalis, biasanya operasi ditunggu sampai anak mencapai umur sekitar 3
tahun.
- Opersi pada ASD I tanpa masalah katup mitral atau trikuspidal mortalitasnya rendah, operasi dilakukan pada masa bayi.
- ASD I disertai celah katup mitral dan trikuspidal operasi paling baik dilakukan umur antara 3-4 tahun.
- Apabila ditemukan tanda – tanda hipertensi pulmonal, operasi dapat dilakukan pada masa bayi untuk mencgah terjadinya penyakit vaskuler pulmonal.
- Terapi dengan digoksin, furosemid dengan atau tanpa sipironolakton dengan pemantauan elektrolit berkala masih merupakan terapi standar gagal jantung pada bayi dan anak.
3. Pembedahan : menutup defek
dengan kateterisasi jantung
2.9.
Komplikasi
Komplikasi
yang sering terjadi :
1. Gagal jantung
2. Penyakit pembuluh darah paru
3. Endokarditis
4. Obstruksi pembuluh darah
pulmonal(hipertensi pulmonal)
5. Aritmia
6. Henti jantung dan
7. VSD
2.10.
Konsep Asuhan Keperawatan
A.
Pengkajian
1. Biodata
/ Identitas
ASD
timbul sejak usia bayi baru lahir à bertambah nyata jika
bayi menangis atau menetek lama.
Gejala
ini dapat diketahui beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun à
jika timbul kelainan ringan.
2. Keluhan
Utama
Keluhan
utama bisa salah satu dari sesak napas (dispnea), pusing, maupun nyeri dada, tergantung
tingkat keparahan ASD yang dialami
3. Riwayat
Penyakit Sekarang
Biasanya
px terlihat pucat, banyak keringat yang keluar, ujung-ujung jari hiperemik.
Diameter dada bertambah (sering terlihat benjolan dada kiri), berat badan
menurun (tidak ada nafsu makan), tubuh terasa lemah, pusing, sesak nafas.
4. Riwayat
Penyakit Dahulu
Adanya
faktor bawaan dari ibu sebelum lahir dan wanita yang hamil dengan banyak
mengkonsumsi obat-obatan, radiasi secara potensial menyebabkan kelainan susunan
jantung pada embrio/sejak lahir.
5. Riwayat
Penyakit Keluarga
Pada saat kehamilan 2 bulan pertama menderita penyakit Rubela
/ penyakit lainnya atau ibu sering mengkonsumsi obat-obatan tertentu seperti
talidomial, atau terkena sinar radiasi.
6. Riwayat
Perkembangan
Ditanyakan
kemampuan perkembangan meliputi :
Ø
Personal sosial (kepribadian / tingkah laku
sosial) : berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi, dan
berinteraksi dengan lingkungannya.
Ø
Gerakan motorik halus : berhubungan dengan
kemampuan anak untuk mengamati sesuatu melakukan gerakan yang melibatkan
bagian-bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan
koordinasi cepat, misalnya menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
Ø
Gerakan motorik kasar : berhubungan dengan
pergerakan dan sikap tubuh
Bahasa
: kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara
spontan.
7. Pola
aktivitas sehari-hari
Nama Aktivitas
|
Sebelum MRS
|
Saat MRS
|
Berladang
|
||
Naik
tangga
|
||
Bersepeda
|
||
Merawat
diri
|
a. Pola
Nutrisi
Nama Aktivitas
|
Sebelum MRS
|
Saat MRS
|
Makan
|
||
Minum
|
||
Jenis
makanan
|
||
Pola
makanan
|
b. Pola
Eleminasi
Nama Aktivitas
|
Sebelum MRS
|
Saat MRS
|
BAB
|
||
BAK
|
||
Frekuensi
BAB
|
||
Frekuensi
BAK
|
c. Personal
higyne
Nama Aktivitas
|
Sebelum MRS
|
Saat MRS
|
Mandi
|
||
Keramas
|
||
Gosok
gigi
|
||
Merawat
kuku
|
d. Pola
Psikososial
Nama Aktivitas
|
Sebelum MRS
|
Saat MRS
|
Diskusi
di masyarakat
|
||
Menghadiri
hajatan
|
||
Kerja
bakti lingkungan
|
e. Pola
Spiritual
Nama Aktivitas
|
Sebelum MRS
|
Saat MRS
|
Ibadah
(sholat) rutin
|
||
Pergi
ke tempat ibadah
|
||
Acara
keagamaan
|
||
Membaca
kitab suci (Alqur’an)
|
8. Pemeriksaan
Fisik
a) Keadaan
umum
Pada pemeriksaan keadaan umum
klien gagal jantung bisaanya dilakukan dengan tes GCS (Glasscow Comma Scale),
dengan kriteria:
·
15 s/d 12 = composmentis
·
11 s/d 8 = somnolen
·
7 s/d 4 = apatis
·
3 = coma
b) Tanda-Tand
Vital
TD :
N :
RR :
T :
c) Pemeriksaan
Kepala dan leher
1)
Kepala
Inspeksi : simetris/tidak, rambut tampak kusam/tidak
Palpaasi : rambut mudah tercabut/tidak, ada benjoan/tidak.
Ø
Mata
Inspeksi : mata tampak cekung/tidak, konjungtiva tampak
anemis/tidak,sklera mata ampak putih /tidak,bola mata mengetahui arah
telunjuk/tidak,
Ø
Telinga
Inspeksi : pendengarannya baik/tidak, menggunakan alat
bantu/tiak,simetris/tidak
Ø
Hidung
Inspeksi : sietris/tidak, ada sekret/tidak.
Ø
Mulut
Inspeksi : tampak kering/tidak, simetris/tidak
2)
Leher
Inspeksi : simetris/tidak, ada pembesaran kelenjar
tiroid/tidak.
Palpasi : ada penekanan vena jugularis/tidak.
d) Pemeriksaan
Thoraks
Inspeksi : simetris/tidak
Palpasi : adanya nyeri
tekan/tidak
Auskultasi : ada bunyi ronchi/tidak,ada bunyi
weizhing/tidak. Terdengar murmur
akibat peningkatan aliran darah yang melalui katup pulmonalis atau tidak. Jika shuntnya besar, murmur juga bisa
terdengar akibat peningkatan aliran darah yangmengalir melalui katup
trikuspidalis
e) Pemerikasaan
Abdomen
Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk
mengetahui adanya hidronefrosis dan pyelonefrotis. Pada daerah supra simisfer
pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dank lien akan merasa ingin
miksi.
f) Pemeriksaan
Genetalia
Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenosis
meatus, stirktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis. Pemeriksaan
pada bagian skrotum untuk menentukan adanya epididimitis
g) Pemeriksaan
neurosensori
Pada pemeriksaan neurosensori, syaraf yang dijadikan titik
utama pemeriksaan antara lain 12 syaraf kranial dan bila perlu pungsi CSS
h) Pemeriksaan
Integumen
Terdiri dari warna, kelembapan
suhu, temperatur, turgor lesi atau tidak.
i)
Pemeriksaan Muskulokeletal
Pada tahap pemeriksaan ini, yang diperiksa adalah kekuatan
tonus otot.
x / x
x / x
Dengan ketentuan nilai pada x:
5 = normal/kekuatan
penuh
4 = mampu
mengangkat benda namun tidak mampu melawan tahan yang diberikan pemeriksa
3 = mampu
mengangkat berlawanan gaya gravitasi
2 = hanya
mampu bergerak
1 = hanya
telihat kedutan- kedutan otot
0 = paralisis
9. Perkembangan
Konsep Tumbuh Kembang
a. Tahap
Oral (18 bulan pertama kehidupan)
Pada tahap ini ada dua macam aktivitas
oral, yaitu menggigit dan menelan makanan, merupakan prototype bagi banyak ciri
karakter yang berkembang di kemudian hari. Pada pengkajian klien yang berada di
tahap ini sangat penting untuk tetap menjaga kondisi perkembangan klien, hal
ini dimaksudkan unutk meminimalisir gangguan asupan nutrien di masa pertumbuhan
b. Tahap
Anal (usia 1 dan 3 tahun)
Pada tahap ini anak akan mengeksploitasi
fungsi pembuangan, misalnya menahan dan bermain-main dengan feces, atau juga
senang bermain-main dengan lumpur dan kesenangan melukis dengan jari. Bila
klien dalam tahap ini, maka pengkajian dan pemeriksaan dapat dilakukan untuk
menjaga agar klien tetap bisa berlatih untuk menggunakan fungsi pembuangan
secara optimal.
c. Tahap
Phallic (usia 3 dan 6 tahun)
Tahap ini sesuai dengan nama genital
laki-laki (phalus), sehingga meupakan daerah kenikmatan seksual laki-laki. Pada
tahap ini anak akan mengalami Oedipus complex
Oedipus complex merupakan keinginan yang
mendalam untuk menggantikan orang tua yang sama jenis kelamin dengannya dan
menikmati afeksi dari orang tua yang berbeda jenis kelamin dengannya.
d. Tahap
Latency (usia 6 tahun dan masa pubertas)
Merupakan tahap yang paling baik dalam
perkembangan kecerdasan (masa sekolah). Pada klien dengan rentang usia di tahap
ini penting untuk dilakukan pengkajian untuk antisipasi dan meminimalsir resiko
terjadinya gangguan pola perkembangan berfikir
e. Tahap
Genital (masa pubertas dan seterusnya)
Bersamaan dengan pertumbuhannya, alat-alat
genital menjadi sumber kenikmatan dalam tahap ini, sedangkan
kecenderungan-kecenderungan lain akan ditekan. Lebih spesifikasi pada
pemeriksaan genetalia
10. Dampak
Hospitalisasi
Karena
berada dalam perawatan di rumah sakit, maka akan timbul efek hospitalisasi pada
klient dan orang tua, antara lain:
·
Anak akan merasa kurang nyaman karena tidak bisa
bersosialisasi dengan teman sebayanya. Hal ini dapat memicu diagnosa
keperawatan menarik diri.
·
Orang tua akan lebih sering dan fokus untuk
anaknya (klient) sehingga pekerjaan rumah dan fungsi keluarga terganggu,
sehinga dapat muncul diagnosa perubahan pola keluarga
1. Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur.
2.Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen
3.Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada jaringan; isolasi sosial
4.Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah.
5.Risiko tinggi cedera (komplikasi) berhubungan dengan kondisi jantung dan terapi
6.Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit jantung (ASD)
C.
Intervensi
1. Diagnosa : Risiko
tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur.
Tujuan :
a. Klien akan menunjukkan
perbaikan curah jantung.
Kriteria Hasil :
a.
Frekwensi
jantung, tekanan darah, dan perfusi perifer berada pada batas normal sesuai
usia.
b. Keluaran urine adekuat
(antara 0,5 – 2 ml/kgbb, bergantung pada usia )
Intervensi :
1.
Beri
digoksin sesuai program, dengan menggunakan kewaspadaan yang dibuat untuk
mencegah toxisitas.
2.
Beri
obat penurun afterload sesuai program
3.
Beri
diuretik sesuai program
2. Diagnosa : Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen
Tujuan :
a. Klien mempertahankan tingkat
energi yang adekuat tanpa stress tambahan.
Kriteria Hasil :
a. Anak menentukan dan melakukan
aktivitas yang sesuai dengan kemampuan.
b. Anak mendapatkan waktu
istirahat/tidur yang tepat.
Intervensi :
- Berikan periode istirahat yang sering dan periode tidur tanpa gangguan.
- Anjurkan permainan dan aktivitas yang tenang.
- Bantu anak memilih aktivitas yang sesuai dengan usia, kondisi, dan kemampuan.
- Hindari suhu lingkungan yang ekstrem karena hipertermia atau hipotermia meningkatkan kebutuhan oksigen.
- Implementasikan tindakan untuk menurunkan ansietas.
6. Berespons dengan segera
terhadap tangisan atau ekspresi lain dari distress.
3. Diagnosa : Perubahan pertumbuhan dan
perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen dan nutrien pada
jaringan; isolasi sosial.
Tuujuan :
a. Pasien mengikuti kurva
pertumbuhan berat badan dan tinggi badan.
b. Anak mempunyai kesempatan
untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang sesuai dengan usia
Kriteria Hasil :
a. Anak mencapai pertumbuhan
yang adekuat.
b. Anak melakukan aktivitas
sesuai usia
c. Anak tidak mengalami isolasi
social
Intervensi :
- Beri diet tinggi nutrisi yang seimbang untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat.
- Pantau tinggi dan berat badan; gambarkan pada grafik pertumbuhan untuk menentukan kecenderungan pertumbuhan.
- Dapat memberikan suplemen besi untuk mengatasi anemia, bila dianjurkan.
- Dorong aktivitas yang sesuai usia.
- Tekankan bahwa anak mempunyai kebutuhan yang sama terhadap sosialisasi seperti anak yang lain.
6. Izinkan anak untuk menata
ruangnya sendiri dan batasan aktivitas karena anak akan beristirahat bila
lelah.
4. Diagnosa : Risiko
tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah.
Tujuan :
a. Klien tidak menunjukkan
tanda-tanda infeksi
Kriteria hasil :
a. Anak bebas dari infeksi
Intervensi :
1. Hindari kontak dengan
individu yang terinfeksi
2. Beri istirahat yang adekuat
3. Beri nutrisi optimal untuk
mendukung pertahanan tubuh alami
5. Diagnosa : Risiko
tinggi cedera (komplikasi) berhubungan dengan kondisi jantung dan terapi
Tujuan :
a. Klien/keluarga mengenali
tanda-tanda komplikasi secara dini.
Kriteria hasil :
a. Keluarga mengenali
tanda-tanda komplikasi dan melakukan tindakan yang tepat.
b. Klien/keluarga menunjukkan
pemahaman tentang tes diagnostik dan pembedahan.
Intervensi :
1. Ajari keluarga untuk
mengenali tanda-tanda komplikasi,Gagal jantung kongestif :
·
Takikardi,
khususnya selama istirahat dan aktivitas ringan.
·
Takipnea
·
Keringat
banyak di kulit kepala, khususnya pada bayi.
·
Keletihan
·
Penambahan
berat badan yang tiba-tiba
·
Distress
pernapasan
·
Toksisitas
digoksin
·
Muntah
(tanda paling dini)
·
Mual
·
Anoreksia
·
Bradikardi.
·
Disritmia
·
Peningkatan
upaya pernapasan – retraksi, mengorok, batuk, sianosis.
·
Hipoksemia
– sianosis, gelisah.
·
Kolaps
kardiovaskular – pucat, sianosis, hipotonia.
2. Ajari keluarga untuk
melakukan intervensi selama serangan hipersianotik
·
Tempatkan
anak pada posisi lutut-dada dengan kepala dan dada ditinggikan.
·
Tetap
tenang.
·
Beri
oksigen 100% dengan masker wajah bila ada.
·
Hubungi
praktisi
3. Jelaskan atau klarifikasi
informasi yang diberikan oleh praktisi dan ahli bedah pada keluarga.
4. Siapkan anak dan orang tua
untuk prosedur.
5. Bantu membuat keputusan
keluarga berkaitan dengan pembedahan.
6. Diagnosa : Perubahan
proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit jantung (ASD)
Tujuan :
a. Klien/keluarga mengalami
penurunan rasa takut dan ansietas
b. Klien menunjukkan perilaku
koping yang positif
Kriteria hasil :
a. Keluarga mendiskusikan rasa
takut dan ansietasnya
b. Keluarga menghadapi gejala
anak dengan cara yang positif
Intervensi :
1. Diskusikan dengan orang tua
dan anak (bila tepat) tentang ketakutan mereka dan masalah defek jantung dan
gejala fisiknya pada anak karena hal ini sering menyebabkan ansietas/rasa
takut.
2. Dorong keluarga untuk
berpartisipasi dalam perawatan anak selama hospitalisasi untuk memudahkan
koping yang lebih baik di rumah.
3. Dorong keluarga untuk
memasukkan orang lain dalam perawatan anak untuk mencegah kelelahan pada diri
mereka sendiri.
4. Bantu keluarga dalam
menentukan aktivitas fisik dan metode disiplin yang tepat untuk anak.
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pasien
dengan defek septum atrium mengalami peningkatan
risiko fibrilasi atrium. Peningkatan gelombang P
memprediksi dispersi pengembangan fibrilasi atrium. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menentukan perbedaan antara dispersi P penutupan transkateter
dengan Amplatzer septum occluder dan penutupan bedah di masa kecil
3.2.Saran
Perawat harus mampu memberikan
pendidikan kesehatan kepada bapak dan ibu atau keluarga dari anak tentang ASD.
DAFTAR PURTAKA
·
http://ardyanpradana007.blogspot.com/2012/06/askep-anak-dengan-atrium-septal-defek.html
diposting oleh Ardyan Pradana, diakses pada 14:45 WIB 8 Mei 2013
· http://learntogether-aries.blogspot.com/2011/07/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan.html
diposting oleh Aries, diakses pada 14:45 WIB 8 Mei 2013
diposting oleh Anymous, diakses pada 14:45
WIB8 Mei 2013
·
http://muhamadrezapahlevi.blogspot.com/2012/04/atrial-septum-defek-asd.html diposting oleh M.
Reza Pahlevi, diakses pada 14:45 WIB8 Mei 2013
diposting oleh Bintang Bangsaku, diakses
pada 18:54 WIB 15 Mei 2013
·
Corwin, Elizabeth J., Buku Saku Patofisiologi Ed. 3,
Jakarta:EGC, 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar